“Kisah Pionir Seni Rupa di Kalimantan Timur”
Ditulis oleh Ardha Prihandono
Sejak Kecil Menuangkan Perasaan dalam Karya Seni Lukis
Kota Bukit tinggi tempat saya dilahirkan sangat banyak mempengaruhi jalan kehidupan saya. Tepatnya tanggal 14 Maret 1954, saya lahir di dunia ini berisi dengan sejarah panjang harapan untuk berbuat sesuatu bagi kepentingan perjalanan yang saya beri makna dikemudian hari. Ditengah galau keluarga besar, dengan dua belas orang bersaudara, sayapun menikmati gelap terangnya dunia dengan segala ketetapan dariNya. Saya terlahir sebagai anak yang penyendiri, suka berkhayal dan suka menuangkan segala sesuatu kedalam minat seni rupa. Dengan modal kemauan, saya mulai menggurat sejalah dalam kancah tersebut.
Di usia dini saya telah memenangkan berbagai kompetisi, misal di Festikora I dan II pada tahun 1964 dan 1965. Saya sempat diasuh oleh pelukis Almarhum Wakidi dan bersekolah di STSRI ASRI Yogyakarta. Sehingga ditahun 1974 saya sempat memenangkan lomba Sketsa Kartini terbaik. Pada tahun 1974 sampai tahun 1977 saya melakukan pameran di berbagai kota seperti di Purna Budaya Yogyakarta, LIA Surabaya, dan juga Pameran Pratisara Affandi Adikarya di Yogyakarta.
Pada tahun 1977 saya memasuki Jurusan Seni Rupa ITB. Ditengah dunia kampus saya juga melibatkan diri kedalama kegiatan alam penemph rimba dan pendaki gunung Wanadri. Diantara kegiataan tersebut, saya mengikuti Gladian V di Cipatat dan Gladian intern di Mandala kitri yang mewarnai sikap saya dalam menyiasati tantangan.
Menjadi Dosen ITB dan Melaksanakan Beberapa Pameran Tunggal
Setelah lulus dari Kampus ITB pada tahun 1982, sayapun terus melaukan kegiatan untuk menuangkan rasa kreativitas saya seperti menjadi South East Asian Writers delegates di Baguio city Philipine pada tahun 1983, menjadi penulis di Toyabungkah Bali di tahun 1984, dan ikut Lomba penulisan Essai Hari Kartini di ITB di tahun 1985.
Pada tahun 1987, saya juga sempat menjadi staff penata muda di Fakultas Seni Rupa dan Design ITB. Diantara selang waktu tersebut saya sempat melaksanakan berbagai pameran lukisan seperti di Warsawa untuk “Donation to the Museum Azji Pacyfiku Warszawie” pada tahun 1988. Pameran Kesetia Kawanan Pelukis di YPK Naripan, Bandung di tahun 1989. dan Pameran tunggal di Japan Foundation Gedung Summitmas, Jakarta pada tahun 1989.
Namun saya kemudian terpaksa mengundurkan diri dari ITB pada tahun 1990 untuk mengikuti suami bekerja di luar Jawa, spesifiknya pindah ke Balikpapan, Kalimantan imur.
Berpindah ke Kalimantan Timur dan Bersosialisasi dengan Seni
Dimulai dari saat itu saya mengalihkan kegiatan saya kearah sosialisasi yang lebih mementingkan prospek di lingkungan tempat saya berdomisili. Saya memilih Kalimantan Timur menjadi pusat kegiatan saya yang baru. Sebagai wanita yang berlabuh di kota Balikpapan, sayapun mulai menapak lewat kegiatan “peduli kepada nasib sebagian putra bangsa yang kurang beruntung”. Saya coba mulai bergerak merangsang motivasi dan kreativitas kamula muda dengan mengundang mereka berseminar di Gedung Kota Madya.
Tak terbayangkan kalau hasil dari kegiatan seperti ini akan berlanjut di kemudian hari. Mereka kelak akan memetik hasilnya. Perihal inilah yang menjadi tolok ukur bagi kegiatan saya selanjutnya yaitu untuk membuka mata hati putra daerah. Sayapun memulai sesuatu yang tadinya masih saya ragukan keberhasilannya. Saya memulai aksi dengan acara pencarian dana buat Gempa Bumi di Flores, melalui Pameran Bertiga Plus berikut lelang lukisan untuk korban bencana alam. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari seminar bertemakan “Dialog Budaya Seni Rupa dan kehidupan sehari-hari”. Ternyata hasilnya sangat menggembirakan.
Mulai Memberikan Pendidikan Gratis tentang Seni Melukis
Saya kemudian memberikan kesempatan pendidikan lanjut bagi kawula muda yang mempunyai minat seni rupa untuk menimba ilmu secara cuma-cuma (gratis) di kompleks kami. Inilah salah satu cara yang bisa kami lakukan untuk mengentaskan kemiskinan baik di bidang moril maupun materiel. Dengan ilmu yang kami bekali, para kawula muda menjadikan bekal bagi mereka untuk memperoleh uang halal, seperti menjadi guru menggambar di sekolah-sekolah maupun guru menggambar privat.
Ternyata usaha saya ini diberkati Tuhan. Kegiatan saya mendpat sambutan luar biasa. Sehingga saya berhali membuka mata pencaharian untuk anak-anak muda berbakat yang selama ini menganggur. Serta mengurangi faktor resiko bagi para orang tua yang punya anak-anak aktif untuk sedikit aman menekuni ilmu menggambar diluar jam sekolah.
Saya ciptakan aset dari putra daerah dengan mengkatrol dan menciptakan eksistensi melalui karya-karya mereka. Melalui berbagai cara, kami hadirkan karya-karya mereka di hotel berbintang yang ada dilingkungkan mereka sebagai art work yang menghiasi hotel berbintang tersebut. Saya jalin kerjasama dengan para pemilik gedung mapun industri yang memerlukan produksi seni. Lalu saya ciptakan sebuah mekanisme dimana para kawula muda berbakat ini berfungsi sebagai pemasok karya seni.
Karya-Karya Putra Daerah Mengisi Kamar-Kamar Hotel dan Menjadi Guru Di TV Lokal
Para seniman muda ini kemudian mendirikan sanggar seni. Mereka sepakat untuk memberinya nama Sanggar Kembara. Karya-karya sanggar ini terpajang di 400 kamar hotel berbintang 5 Hotel Dusit Inn, Balikpapan. Demikian juga Hotel Blue Sky Balikpapan kemudian meminta 200 kamar hotelnya digantungi lukisan serupa.
Rupanya segala kegiatan yang saya motori ini membuat pihak media massa-pun tergerak untuk ikut mendukung cita-cita saya. Semenjak tahun 1995, saya diminta untuk mengisi acara mencerdaskan putra daerah melalui media pelajaran menggambar di TV Samarinda. Sambutan dari pihak orang tua dan anak-anak yang gemar memggambar sangat menggembirakan. Sehingga pihak Pemerintah daerah, seperti Gubernur, Walikota, perusahaan-perusahan asing yang ada di Kalimantan Timur mulai terbuka wawasannya tetang adanya asset putra daerah ini.
Pada tahun 1994, saya memprakarsai seminar di Taman Budaya Samarinda dengan tema “Kiat-kiat yang dapat menumbuh-kembangkan Seni Rupa di Kalimantan Timur”. Acara ini dapat menyadarkan berbagai pihak di Kalimantan timur bahwa anak-anak muda pemasok seni dapat mengisi kebutuhan perusahaan pariwisata, minyak, batu bara, dan gas alam. Sayapun kemudian diminta untuk mengajar anak-anak di perusahaan-perusahaan Vico, Unocal, Total Indonesie, Kaltim Prima Coal, Pupuk Kaltim, dan lain lain. Saya mendapat dukungan dari para alumni ITB yang berada di Kalimantan Timur.
Mulai memfokuskan pada ibu-ibu
Setelah memusatkan perhatian pada kawula muda di Kalimantan Timur, selanjutnya perhatian saya mulai tertambat kepada kaum ibu. Para ibu-ibu di Kalimantan Timur memiliki kesenggangan dikala para suaminya bekerja di industri masing-masing. Gagasan saya inipun saya kemukakan kepada teman-teman yang merasa senasib dengan kategori tersebut. Saya awali dengan membuat pertemuan yang kemudian berkembang dan mendapat tanggapan positif.
Akhirnya timbul kesepakatan untuk menggabungkan diri dalam suatu tujuan yang memiliki kesamaan wawasan. Saya memberikan stimulus agar kaum ibu dapat menggali potensi terpendam dalam diri masing-masing. Dengan suka rela saya jelaskan segi manfaatnya dan sumbangkan apa yang saya ketahui tentang seni rupa.
Kelompok ini terdiri dari ibu-ibu yang para suaminya bekerja dan mempunyai kegemaran yang sama yaitu melukis. Saya sampaikan daripada menghabiskan waktu dengan bergosip, berbelanja dan arisan dimana-mana, lebih baik melukis dirumah. Kegiatan ini saya lanjutkan dengan mengadakan pameran dengan tema “Ibu-ibu gemar melukis”. Pameran ini dapat terlaksana dengan baik dan mendapat sambutan yang luar biasa.
Memberikan pendidikan gratis kepada guru-guru menggambar
Kegiatan bersama ibu-ibu ini, saya lengkapi dengan mengajak para guru menggambar di sekolah-sekolah. Rupanya tawaran saya ini membesarkan hati mereka. Ibu dan bapak guru saya perkenalkan dengan media dan cara menggambar yang benar. Sebab ilmu menggambar ini akan berguna nantinya bagi para murid mereka andaikan melanjutkan ke pendidikan tinggi seperti bidang kedokteran, teknik maupun lainnya. Tidak sia-sia, usaha ini membuat para guru yang dipilih untuk mewakili merasa sangat gembira.
Pada sebuah event Hari Ibu, karya-karya hasil pelajaran merekapun saya pamerkan di Taman Budaya Samarinda. Tampak sekali kebanggaan para ibu-ibu dan guru-guru yang bisa ikut
berpameran dalam acara yang bersifat nasional tersebut. Ternyata mereka perlu juga diberi penghargaan karena tanpa mereka bagaimana kita akan mencerdaskan putra-putri bangsa.
Waktupun terus berlalu, tawaran dari Pemerintah Daerah terus berdatangan, misalnya pameran untuk menyambut Wakil Presiden Try Soetrisno. Juga pameran gambar anak-anak “Menyongsong Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi” di Balikpapan center. Namun akhirnyapun saya terpaksa harus meninggalkan Kalimantan Timur, karena suami saya berpindah kerja ke Jakarta.
Meninggalkan Kalimantan timur dan kilas balik kehidupan
Ternyata tak terasa saya telah menggurat sejarah di daerah yang kaya sumber alam, tetapi miskin sumber daya manusia. Kepindahan saya membuat 500-an murid-murid saya, termasuk teman-teman dan para sahabat, ibu-ibu, guru-guru, anak-anak putus sekolah, termasuk stasion TV Samarinda terpaksa harus saya tinggalkan dengan hati sendu. Tidak tahu kapan saya akan berjumpa lagi dengan mereka.
Tulisan perjalanan hidup ini hanyalah sedikit sumbangan dari episode perjuangan hidup saya. Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan sedikit warna kehidupan sebagai alumni Seni Rupa, yang menimba ilmu, dan kemudian berbagi ilmu. Hanya sedikit sekali yang dapat saya lakukan, tetapi semua saya lakukan untuk Nusa dan Bangsa.
Tentang penulis (redaksi)
Ardha prihandono adalah alumni Jurusan Seni Rupa. Setelah berpindah dari Kalimantan Timur, Ardha sempat memberikan pelajaran melukis kepada expatriate di Kemang, Jakarta dan juga melakukan berbagai pameran. Ia bersama keluarga saat ini tinggal di Jatiwaringin
Ditulis oleh Ardha Prihandono
Sejak Kecil Menuangkan Perasaan dalam Karya Seni Lukis
Kota Bukit tinggi tempat saya dilahirkan sangat banyak mempengaruhi jalan kehidupan saya. Tepatnya tanggal 14 Maret 1954, saya lahir di dunia ini berisi dengan sejarah panjang harapan untuk berbuat sesuatu bagi kepentingan perjalanan yang saya beri makna dikemudian hari. Ditengah galau keluarga besar, dengan dua belas orang bersaudara, sayapun menikmati gelap terangnya dunia dengan segala ketetapan dariNya. Saya terlahir sebagai anak yang penyendiri, suka berkhayal dan suka menuangkan segala sesuatu kedalam minat seni rupa. Dengan modal kemauan, saya mulai menggurat sejalah dalam kancah tersebut.
Di usia dini saya telah memenangkan berbagai kompetisi, misal di Festikora I dan II pada tahun 1964 dan 1965. Saya sempat diasuh oleh pelukis Almarhum Wakidi dan bersekolah di STSRI ASRI Yogyakarta. Sehingga ditahun 1974 saya sempat memenangkan lomba Sketsa Kartini terbaik. Pada tahun 1974 sampai tahun 1977 saya melakukan pameran di berbagai kota seperti di Purna Budaya Yogyakarta, LIA Surabaya, dan juga Pameran Pratisara Affandi Adikarya di Yogyakarta.
Pada tahun 1977 saya memasuki Jurusan Seni Rupa ITB. Ditengah dunia kampus saya juga melibatkan diri kedalama kegiatan alam penemph rimba dan pendaki gunung Wanadri. Diantara kegiataan tersebut, saya mengikuti Gladian V di Cipatat dan Gladian intern di Mandala kitri yang mewarnai sikap saya dalam menyiasati tantangan.
Menjadi Dosen ITB dan Melaksanakan Beberapa Pameran Tunggal
Setelah lulus dari Kampus ITB pada tahun 1982, sayapun terus melaukan kegiatan untuk menuangkan rasa kreativitas saya seperti menjadi South East Asian Writers delegates di Baguio city Philipine pada tahun 1983, menjadi penulis di Toyabungkah Bali di tahun 1984, dan ikut Lomba penulisan Essai Hari Kartini di ITB di tahun 1985.
Pada tahun 1987, saya juga sempat menjadi staff penata muda di Fakultas Seni Rupa dan Design ITB. Diantara selang waktu tersebut saya sempat melaksanakan berbagai pameran lukisan seperti di Warsawa untuk “Donation to the Museum Azji Pacyfiku Warszawie” pada tahun 1988. Pameran Kesetia Kawanan Pelukis di YPK Naripan, Bandung di tahun 1989. dan Pameran tunggal di Japan Foundation Gedung Summitmas, Jakarta pada tahun 1989.
Namun saya kemudian terpaksa mengundurkan diri dari ITB pada tahun 1990 untuk mengikuti suami bekerja di luar Jawa, spesifiknya pindah ke Balikpapan, Kalimantan imur.
Berpindah ke Kalimantan Timur dan Bersosialisasi dengan Seni
Dimulai dari saat itu saya mengalihkan kegiatan saya kearah sosialisasi yang lebih mementingkan prospek di lingkungan tempat saya berdomisili. Saya memilih Kalimantan Timur menjadi pusat kegiatan saya yang baru. Sebagai wanita yang berlabuh di kota Balikpapan, sayapun mulai menapak lewat kegiatan “peduli kepada nasib sebagian putra bangsa yang kurang beruntung”. Saya coba mulai bergerak merangsang motivasi dan kreativitas kamula muda dengan mengundang mereka berseminar di Gedung Kota Madya.
Tak terbayangkan kalau hasil dari kegiatan seperti ini akan berlanjut di kemudian hari. Mereka kelak akan memetik hasilnya. Perihal inilah yang menjadi tolok ukur bagi kegiatan saya selanjutnya yaitu untuk membuka mata hati putra daerah. Sayapun memulai sesuatu yang tadinya masih saya ragukan keberhasilannya. Saya memulai aksi dengan acara pencarian dana buat Gempa Bumi di Flores, melalui Pameran Bertiga Plus berikut lelang lukisan untuk korban bencana alam. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari seminar bertemakan “Dialog Budaya Seni Rupa dan kehidupan sehari-hari”. Ternyata hasilnya sangat menggembirakan.
Mulai Memberikan Pendidikan Gratis tentang Seni Melukis
Saya kemudian memberikan kesempatan pendidikan lanjut bagi kawula muda yang mempunyai minat seni rupa untuk menimba ilmu secara cuma-cuma (gratis) di kompleks kami. Inilah salah satu cara yang bisa kami lakukan untuk mengentaskan kemiskinan baik di bidang moril maupun materiel. Dengan ilmu yang kami bekali, para kawula muda menjadikan bekal bagi mereka untuk memperoleh uang halal, seperti menjadi guru menggambar di sekolah-sekolah maupun guru menggambar privat.
Ternyata usaha saya ini diberkati Tuhan. Kegiatan saya mendpat sambutan luar biasa. Sehingga saya berhali membuka mata pencaharian untuk anak-anak muda berbakat yang selama ini menganggur. Serta mengurangi faktor resiko bagi para orang tua yang punya anak-anak aktif untuk sedikit aman menekuni ilmu menggambar diluar jam sekolah.
Saya ciptakan aset dari putra daerah dengan mengkatrol dan menciptakan eksistensi melalui karya-karya mereka. Melalui berbagai cara, kami hadirkan karya-karya mereka di hotel berbintang yang ada dilingkungkan mereka sebagai art work yang menghiasi hotel berbintang tersebut. Saya jalin kerjasama dengan para pemilik gedung mapun industri yang memerlukan produksi seni. Lalu saya ciptakan sebuah mekanisme dimana para kawula muda berbakat ini berfungsi sebagai pemasok karya seni.
Karya-Karya Putra Daerah Mengisi Kamar-Kamar Hotel dan Menjadi Guru Di TV Lokal
Para seniman muda ini kemudian mendirikan sanggar seni. Mereka sepakat untuk memberinya nama Sanggar Kembara. Karya-karya sanggar ini terpajang di 400 kamar hotel berbintang 5 Hotel Dusit Inn, Balikpapan. Demikian juga Hotel Blue Sky Balikpapan kemudian meminta 200 kamar hotelnya digantungi lukisan serupa.
Rupanya segala kegiatan yang saya motori ini membuat pihak media massa-pun tergerak untuk ikut mendukung cita-cita saya. Semenjak tahun 1995, saya diminta untuk mengisi acara mencerdaskan putra daerah melalui media pelajaran menggambar di TV Samarinda. Sambutan dari pihak orang tua dan anak-anak yang gemar memggambar sangat menggembirakan. Sehingga pihak Pemerintah daerah, seperti Gubernur, Walikota, perusahaan-perusahan asing yang ada di Kalimantan Timur mulai terbuka wawasannya tetang adanya asset putra daerah ini.
Pada tahun 1994, saya memprakarsai seminar di Taman Budaya Samarinda dengan tema “Kiat-kiat yang dapat menumbuh-kembangkan Seni Rupa di Kalimantan Timur”. Acara ini dapat menyadarkan berbagai pihak di Kalimantan timur bahwa anak-anak muda pemasok seni dapat mengisi kebutuhan perusahaan pariwisata, minyak, batu bara, dan gas alam. Sayapun kemudian diminta untuk mengajar anak-anak di perusahaan-perusahaan Vico, Unocal, Total Indonesie, Kaltim Prima Coal, Pupuk Kaltim, dan lain lain. Saya mendapat dukungan dari para alumni ITB yang berada di Kalimantan Timur.
Mulai memfokuskan pada ibu-ibu
Setelah memusatkan perhatian pada kawula muda di Kalimantan Timur, selanjutnya perhatian saya mulai tertambat kepada kaum ibu. Para ibu-ibu di Kalimantan Timur memiliki kesenggangan dikala para suaminya bekerja di industri masing-masing. Gagasan saya inipun saya kemukakan kepada teman-teman yang merasa senasib dengan kategori tersebut. Saya awali dengan membuat pertemuan yang kemudian berkembang dan mendapat tanggapan positif.
Akhirnya timbul kesepakatan untuk menggabungkan diri dalam suatu tujuan yang memiliki kesamaan wawasan. Saya memberikan stimulus agar kaum ibu dapat menggali potensi terpendam dalam diri masing-masing. Dengan suka rela saya jelaskan segi manfaatnya dan sumbangkan apa yang saya ketahui tentang seni rupa.
Kelompok ini terdiri dari ibu-ibu yang para suaminya bekerja dan mempunyai kegemaran yang sama yaitu melukis. Saya sampaikan daripada menghabiskan waktu dengan bergosip, berbelanja dan arisan dimana-mana, lebih baik melukis dirumah. Kegiatan ini saya lanjutkan dengan mengadakan pameran dengan tema “Ibu-ibu gemar melukis”. Pameran ini dapat terlaksana dengan baik dan mendapat sambutan yang luar biasa.
Memberikan pendidikan gratis kepada guru-guru menggambar
Kegiatan bersama ibu-ibu ini, saya lengkapi dengan mengajak para guru menggambar di sekolah-sekolah. Rupanya tawaran saya ini membesarkan hati mereka. Ibu dan bapak guru saya perkenalkan dengan media dan cara menggambar yang benar. Sebab ilmu menggambar ini akan berguna nantinya bagi para murid mereka andaikan melanjutkan ke pendidikan tinggi seperti bidang kedokteran, teknik maupun lainnya. Tidak sia-sia, usaha ini membuat para guru yang dipilih untuk mewakili merasa sangat gembira.
Pada sebuah event Hari Ibu, karya-karya hasil pelajaran merekapun saya pamerkan di Taman Budaya Samarinda. Tampak sekali kebanggaan para ibu-ibu dan guru-guru yang bisa ikut
berpameran dalam acara yang bersifat nasional tersebut. Ternyata mereka perlu juga diberi penghargaan karena tanpa mereka bagaimana kita akan mencerdaskan putra-putri bangsa.
Waktupun terus berlalu, tawaran dari Pemerintah Daerah terus berdatangan, misalnya pameran untuk menyambut Wakil Presiden Try Soetrisno. Juga pameran gambar anak-anak “Menyongsong Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi” di Balikpapan center. Namun akhirnyapun saya terpaksa harus meninggalkan Kalimantan Timur, karena suami saya berpindah kerja ke Jakarta.
Meninggalkan Kalimantan timur dan kilas balik kehidupan
Ternyata tak terasa saya telah menggurat sejarah di daerah yang kaya sumber alam, tetapi miskin sumber daya manusia. Kepindahan saya membuat 500-an murid-murid saya, termasuk teman-teman dan para sahabat, ibu-ibu, guru-guru, anak-anak putus sekolah, termasuk stasion TV Samarinda terpaksa harus saya tinggalkan dengan hati sendu. Tidak tahu kapan saya akan berjumpa lagi dengan mereka.
Tulisan perjalanan hidup ini hanyalah sedikit sumbangan dari episode perjuangan hidup saya. Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan sedikit warna kehidupan sebagai alumni Seni Rupa, yang menimba ilmu, dan kemudian berbagi ilmu. Hanya sedikit sekali yang dapat saya lakukan, tetapi semua saya lakukan untuk Nusa dan Bangsa.
Tentang penulis (redaksi)
Ardha prihandono adalah alumni Jurusan Seni Rupa. Setelah berpindah dari Kalimantan Timur, Ardha sempat memberikan pelajaran melukis kepada expatriate di Kemang, Jakarta dan juga melakukan berbagai pameran. Ia bersama keluarga saat ini tinggal di Jatiwaringin